Jumat, 26 Juli 2013

KAJIAN TEORI:PESTISIDA NABATI DAUN SIRSAK UNTUK HAMA WALANG SANGIT


Di era serba organik seperti sekarang ini, penggunaan pestisida organik cukup mendukung untuk mengatasi masalah gangguan serangan hama tanaman komersial. Pestisida organik pun dapat menjamin keamanan ekosistem. Dengan pestisida organik, hama hanya terusir dari tanaman petani tanpa membunuh. Selain itu penggunaan pestisida organik dapat mencegah lahan pertanian menjadi keras dan menghindari ketergantungan pada pestisida kimia. Penggunaan pestisida organik harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan kesabaran serta ketelitian. Banyaknya pestisida organik yang disemprotkan ke tanaman harus disesuaikan dengan hama. Waktu penyemprotan juga harus diperhatikan petani sesuai dengan siklus perkembangan hama(Sudarsono. 2006).

Tanaman Annona muricata (sirsak) mengandung zat toksik bagi serangga hama. Serangga yang menjadi hama di lapangan maupun pada bahan simpan mengalami kelainan tingkah laku akibat bahan efektif yang terkandung pada daun sirsak. Disamping itu dapat juga menyebabkan pertumbuhan serangga terhambat, mengurangi produksi telur dan sebagai repellen (penolak) (Gruber dan Karganilla, 1989).

Kematian larva yang diakibatkan oleh ekstrak daun sirsak memperlihatkan indikasi tidak sempurnanya proses ekdisis terbukti dengan adanya sejumlah larva yang gagal melepaskan kutikula lamanya. Larva yang mengalami gejala ini lama-kelamaan akan mati dengan memperlihatkan gejala kematian akibat pengaruh simultan dari toksisitas ekstrak, kelaparan dan gagal melepaskan proses ganti kulit, terlihat adanya larva menjadi mengecil dan berwarna gelap (Gionar, 2004).

Kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya.
Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya (Hartati, Z. 2002). Acetogenin adalah senyawa polyketides dengan struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin yang berfungsi sitotoksik adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin (Kardinan, A. 2000).
Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm (Harahap dan Tjahyono, 1997).

Telur. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari (Baehaki, 1992).

DAFTAR PUSTAKA
Gruber, L.C. dan George S. Karganilla, 1989. Neem Production and use. Philippine-German Biological Plant Protection Project Bureau of Plant Industry Department of Agriculture 692 San Andress Street Malate. Philippiness.
Hartati, Z. 2002. Pengujian Ekstrak Biji Daun Sirsak Untuk Mengendalikan Hama Helicoverpa armigera
Kardinan, A. dan M. Iskandar. 1997. Pengaruh berbagai jenis ekstrak tanaman sebagai moluskisida nabati terhadap keong mas (Pomacea canaliculata). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 3 (2).
Rio.2009. walang-sangit-leptocorisa-acuta .http://riostones.blogspot.com/2009/08/walang-sangit-leptocorisa-acuta.html
Diakses tanggal 2 Juni 2011 Pukul 14.32 WIB
Sudarsono. 2006. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya.Perspektif Vol. 8 No. 2 / Desember 2009. Hlm 115 – 176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar